Bali – Tradisi melukat, ritual penyucian diri dalam ajaran Hindu Bali, kini menjadi tren di media sosial, khususnya TikTok. Video-video yang memperlihatkan proses melukat di berbagai tempat suci di Bali semakin banyak beredar dan menarik perhatian wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Fenomena ini menimbulkan beragam respons dari masyarakat setempat.
Bagi sebagian warga Bali, popularitas melukat di media sosial dianggap sebagai hal positif. Mereka mengapresiasi meningkatnya minat masyarakat terhadap budaya dan spiritualitas Bali. “Dengan semakin banyak orang mengenal melukat, diharapkan mereka juga memahami nilai-nilai luhur di baliknya,” ujar I Ketut Sudiarta, seorang pemangku (pemimpin upacara) di salah satu pura di Gianyar. Ia menambahkan bahwa melukat merupakan ritual penting dalam kehidupan spiritual umat Hindu di Bali yang bertujuan untuk membersihkan diri secara lahir dan batin.
Namun, di sisi lain, tidak sedikit masyarakat yang merasa khawatir. Mereka menilai tren ini berpotensi mengurangi kesakralan ritual melukat, terutama jika dilakukan tanpa pemahaman dan rasa hormat terhadap adat istiadat yang berlaku. “Ada wisatawan yang hanya datang untuk berfoto atau membuat konten, tanpa memahami bahwa ini adalah ritual keagamaan,” ungkap Ni Luh Widiastuti, seorang warga Ubud. Ia menyoroti bahwa sering kali wisatawan yang mengikuti melukat tidak berpakaian sesuai aturan, berbicara keras, atau bahkan membawa makanan ke dalam area suci.
Kekhawatiran lainnya adalah membludaknya jumlah pengunjung di tempat-tempat suci yang menggelar ritual melukat. Beberapa pura seperti Tirta Empul di Gianyar dan Pura Sebatu di Tegallalang mengalami lonjakan kunjungan yang signifikan, sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu kenyamanan umat Hindu yang ingin melakukan ibadah dengan khusyuk. Selain itu, keberadaan banyak orang yang tidak memahami tata cara melukat dengan benar juga berpotensi mengganggu jalannya ritual.
Para pemangku adat dan pemuka agama pun mulai mengimbau agar wisatawan yang ingin mengikuti ritual melukat melakukannya dengan penuh kesadaran dan menghormati aturan yang ada. “Kami tidak melarang siapa pun untuk melukat, tetapi kami berharap ada edukasi yang lebih baik agar mereka tidak hanya sekadar mengikuti tren,” kata Jro Mangku Gede, seorang pemuka agama di Bangli. Ia menekankan bahwa ritual ini memiliki makna mendalam bagi umat Hindu dan bukan sekadar atraksi wisata.
Seiring dengan meningkatnya popularitas melukat, sejumlah pihak telah mengusulkan agar ada regulasi yang lebih jelas mengenai wisata spiritual di Bali. Salah satu gagasan yang muncul adalah membuat aturan bagi wisatawan yang ingin mengikuti ritual melukat, seperti mengenakan pakaian yang sesuai, tidak berisik, dan memahami doa-doa yang diucapkan selama prosesi.
Pemerintah daerah Bali juga didorong untuk berperan aktif dalam menjaga keseimbangan antara promosi budaya dan pelestarian nilai-nilai spiritual. Sosialisasi mengenai tata cara melukat yang benar serta pembatasan jumlah pengunjung di beberapa pura dapat menjadi solusi untuk memastikan bahwa ritual ini tetap dapat dijalankan dengan khidmat.
Dengan semakin berkembangnya tren ini, masyarakat Bali menghadapi tantangan dalam menjaga nilai-nilai luhur tradisi mereka tanpa menutup diri dari wisatawan yang ingin belajar dan mengalami spiritualitas Bali. Edukasi bagi wisatawan serta regulasi terkait tata cara mengikuti melukat bisa menjadi langkah solutif untuk menjaga nilai spiritual tradisi ini tetap terjaga tanpa menghilangkan esensi utamanya.